(Berita telah diterbitkan pada Rubrik Urbana Harian Umum Republika edisi Jumat, 24 April 2015)
Siapa sih yang tidak penasaran dengan pernak-pernik dari negara asing? Tentunya, banyak orang yang berminat untuk sekedar melihat, mencoba, bahkan untuk membelinya. Begitu juga dengan produk kuliner dari luar negeri, banyak orang yang berminat untuk mencicipinya.
Daya tarik itulah yang coba diangkat Pemerintah Australia melalui Komisi Perdagangan Australia di Indonesia (Austrade). Mereka menantang masyarakat Indonesia untuk mencoba kuliner dari negara mereka melalui "Food, travel, fun." atau makan, melancong, bersenang-senang. Serangkaian jargon itulah yang menjadi tema besar acara Jejak Kuliner Australia (Australian Culinary Trails-ACT) 2015.
Perhelatan tahunan yang diselenggarakan Austrade itu telah menginjak tahun kedua. Sesuai namanya, kegiatan
yang berlangsung sejak 21 hingga 26 April di West Mall Grand Indonesia
level 5 tersebut menghadirkan pengalaman santap kuliner khas Australia di Indonesia.
"Kami ingin mengekspos produk kuliner terbaik dari Australia," ungkap Duta Besar Australia,
Paul Grigson, Selasa awal pekan ini, saat membuka gelaran yang mereka rancang itu. Dalam acara itu, ia didampingi Mathew Durban dari Austrade
beserta Presiden Direktur Bank Commonwealth Indonesia, Tony Costa.
Beragam produk makanan dan minuman khas Australia
dapat disantap di lokasi ACT. Sebanyak 31 stan menyediakan variasi kuliner khas negara kanguru itu. Sebanyak 31 stan menyediakan variasi
kuliner seperti kacang almon, popcorn Greens, cupcake instan, kacang
gourmet, cokelat, nougat, dan menu-menu yang menggunakan bahan alami
dari Australia.
Beberapa stan juga menjajakan minuman khas negeri itu.
Sebut saja minuman fermentasi non-alkohol yang diproduksi di
Queensland, yaitu sarsaparilla, ginger beer, dan burgundee creaming
soda. Terdapat pula varian kopi flat white khas Australia. Di sana juga memamerkan sejumlah produk wine asli dari Australia.
Banyak harapan Dubes Grigson dalam gelaran ACT 2015. Dia berharap, ACT dapat mempererat hubungan Indonesia dan Australia
dalam sektor makanan dan membuka peluang industri di kedua negara.
Dari puluhan stan yang menyediakan beragam kuliner, terdapat 13
stan yang dibuka oleh alumni. Alumni yang dimaksud adalah warga negara
Indonesia yang pernah berkuliah di Australia dan kini merambah usaha kuliner, menjadi chef, pendidik, atau pakar kuliner.
Salah satunya adalah stan Astrid Hadywibowo yang
menjajakan es krim nitrogen dan karamel artisan. Perempuan yang
merampungkan studi di jurusan Information System di Melbourne University
pada 2000-2003 itu kini menjadi pemilik tiga bisnis kuliner, yakni LIN
Ice Cream, Papabubble, dan Stacks Burger.
Astrid mengaku, dia tidak mendaftar untuk berpartisipasi
dalam helat ACT 2015. Justru, Austrade yang mengontak dan meminta
ia membuka stan kuliner. "Saya merasa bangga diundang sebagai salah satu
alumninya," kata dia.
Selain LIN Ice Cream, stan lain yang
berpartisipasi adalah stan kopi (Rosso Micro Roastery dan Esperto
Barista Course), makanan penutup (The Sugarcup, Machoman Waffle, Noizu
Toku-Toku, Angelita Tea Salon and Patisserie, dan Mademoiselle
Patisserie), stan makanan ringan (BANG BANG!, Bangkanese Tapas), menu
utama (Rame Rasa, Suntiang, The Gambling John), serta stan pelatihan
memasak (Little Chef Wonder).
Sementara, enam stan bisnis yang berpartisipasi yakni Asosiasi Petani Almond Australia (Almond Board of Australia),
serta importir Putrajaya Makmur Sentosa, Focus Network Agencies
Indonesia, Dimantique Indonesia, Ranchmarket, dan Armasco Prima.
Pengunjung yang bertandang ke ACT tidak dipungut biaya
masuk, cukup melakukan registrasi dengan masuk ke akun
twitter masing-masing. Setelah itu, petugas memberikan kartu tap
eat yang ditukarkan dengan kartu identitas untuk sementara.
Mathew Durban dari Austrade mengatakan, pengunjung dapat
menikmati beragam acara menarik selama rangkaian acara ACT 2015.
Terdapat talkshow, workshop, dan aneka kompetisi
seputar makanan dan traveling.
"Silahkan menikmati pengalaman unik dan menyenangkan seputar kuliner," tukasnya.
Ia mencontohkan, pada hari kedua ACT, Selasa (22/4),
seluruh stan akan membagikan sampel makanan secara cuma-cuma untuk
pengunjung. Pada hari-hari berikutnya, akan ada kelas yang membahas
budaya ngopi, fotografi makanan, cara menghias cupcake dan kue, juga
workshop yang menghadirkan pembicara dari kalangan travel and food
bloggers.
Lanjutnya, akan ada demo memasak oleh William Wongso,
Foodisme, dan beberapa pakar lain. Kompetisi menarik juga dapat diikuti,
seperti lomba foto makanan, lomba mendekorasi cupcake, serta lomba makan
sandwich dan kentang goreng.
Membedah Budaya Ngopi
Kebiasaan minum kopi kini telah merambah berbagai kalangan
dan usia. Bahkan, bukan sekedar menikmati minuman yang terhidang, ngopi sudah menjadi semacam gaya hidup.
Dalam Australian Culinary Trails
(ACT) 2015 yang berlangsung di West Mall Grand Indonesia (21-26/4),
seluk-beluk budaya ngopi tersebut dibahas tuntas dua pengusaha
kawakan, Andreas Hardjito dan Franky Angkawijaya. Pada dua sesi
terpisah, kedua pria alumni Tim Australia itu akan membagikan pengalaman selama bergelut dalam bisnis kopi.
Franky Angkawijaya, yang telah sepuluh tahun menekuni
bisnis barista mengatakan bahwa kini terdapat tren pergerakan dalam
budaya ngopi. Menurutnya, banyak penikmat kopi lebih selektif dalam
memilih kopi.
"Sekarang tidak sedikit orang yang mengerti dan bisa mengapresiasi kopi yang benar-benar enak," katanya.
Pria yang menuntut ilmu di negeri kanguru sejak SMU itu
menuturkan, menyeduh kopi tak hanya membutuhkan pengetahuan, tetapi juga
citarasa seni. Baginya, ada kenaikan standar di antara penikmat kopi di
Indonesia yang menuntut rasa kopi yang berkualitas.
"Bisa dibilang, kopi memang rasa yang mengubah dunia.
Bayangkan, kopi adalah komoditi perdagangan terbesar kedua di dunia
setelah minyak," ungkap pemilik Esperto Barista Course itu.
Sementara itu, Andreas Hardjito, menjabarkan adanya kisah
panjang di balik secangkir kopi yang sempurna. Sayangnya, tidak semua
penikmat kopi di Indonesia memperhatikannya.
Menurutnya, secangkir kopi tidak sesederhana
tampilannya. Ada berbagai tahapan yang harus diapresiasi, mulai dari
pasca panen, penggilingan, penghalusan, hingga kopi diseduh.
"Secangkir kopi adalah hasil kerja sekian banyak orang," tukasnya.
Pemilik Rosso Micro Roastery itu menyebutkan satu judul
buku, yakni God in a Cup yang mengisahkan orang yang sangat
mengapresiasi kopi. Kopi yang disebut Panama Geisha di buku itu bahkan
dianggap layaknya seniman geisha.
Baginya, begitulah analogi keberhasilan seseorang
menyuguhkan secangkir kopi yang sempurna. Penikmat kopi bisa dibuat
merasakan karakteristik dari kopi yang diminumnya.
"Misalnya, Anda minum kopi Sumatra Gayo. Anda bisa merasakan bagaimana perbedaannya dengan jenis kopi yang lain," kata dia.
Di dunia ini, secara umum, kata Andreas, terdapat dua jenis kopi,
yaitu arabica dan robusta. Arabica ditanam di dataran lebih dari
1.200 meter, sedangkan robusta di dataran maksimal ketinggian
1.000 meter. Kopi arabica lebih bercitarasa asam,
sedangkan robusta pahit. Kadar kafein dalam kopi arabica
kira-kira setengah dari kopi robusta.
"Pentingnya pemahaman mengenai kopi dan budaya ngopi ini
kami harapkan dapat membuat banyak anak muda di masa depan merambah
bisnis ini," ungkap lulusan Macquarie University di Sydney itu.
n c34/Shelbi Asrianti | Editor: Dewi Mardiani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar